Stop Teriak-teriak!


Salah satu kebiasaan yang ditemui pada penduduk di sekitar kepulauan Solomon, di Pasifik Selatan yakni meneriaki pohon. Kebiasaan ini mereka lakukan pada pohon dengan akar-akar yang sangat kuat dan sulit untuk dipotong dengan kapak. Tujuannya supaya pohon itu mati. Caranya, beberapa penduduk yang lebih kuat dan berani akan memanjat hingga ke atas pohon itu. Lalu, ketika sampai di atas pohon itu bersama dengan penduduk yang ada di bawah pohon, mereka akan berteriak sekuat-kuatnya kepada pohon itu. Mereka lakukan teriakan berjam-jam, selama kurang lebih empat puluh hari. Dan, apa yang terjadi sungguh sangat menakjubkan.

Pohon yang diteriaki itu perlahan-lahan daunnya mulai mengering, ini fakta! Setelah itu dahan-dahannya juga mulai rontok dan perlahan-lahan pohon itu akan mati dan mudah ditumbangkan. Mereka telah membuktikan bahwa teriakan-teriakan yang dilakukan terhadap makhluk hidup seperti pohon akan menyebabkan benda tersebut kehilangan semangat hidupnya. Akibatnya makhluk hidup itu akan mati.

Pernahkah Anda berteriak pada anak Anda, orang di sekeliling Anda atau siapapun?

Berteriak seperti: "Ayo cepat!", "Dasar lelet!", ""Bego banget, sih!", "Begitu saja nggak bisa dikerjakan!" , "Jangan main-main di sini!" , "Berisik!" atau, mungkin Anda pun berteriak kepada pasangan hidup Anda karena Anda merasa sakit hati, "Suami / istri seperti kamu nggak tahu diri!", "Bodoh banget jadi laki / bini nggak bisa apa-apa!", "Aduuuuuh, perempuan / laki kampungan banget, sih!" Atau, bisa seorang guru berteriak pada anak didiknya: "Goblok, soal mudah begitu saja nggak bisa! Kapan kamu jadi pinter?"

Sobat, ingatlah! Setiap kali Anda berteriak pada seseorang karena merasa jengkel, marah, terhina, terluka, ingatlah dengan apa yang diajarkan oleh penduduk kepulauan Solomon ini. Mereka mengajari kita bahwa setiap kali kita mulai berteriak, kita mulai mematikan semangat hidup orang-orang yang kita cintai.



Sumber: Kiriman email dari teman (Miss Lia).
Terima kasih kiriman emailnya.
 

Kisah Sukses Honda



Cobalah amati kendaraan yang melintasi jalan raya. Pasti, mata Anda selalu terbentur pada Honda, baik berupa mobil maupun motor. Merk kendaraan ini menyesaki padatnya lalu lintas, sehingga layak dijuluki "raja jalanan."

Namun, pernahkah Anda tahu, sang pendiri kerajaan Honda - Soichiro Honda - diiputi kegagalan. Ia juga tidak menyandang gelar insinyur, lebih-lebih Profesor seperti halnya B.J. Habibie, mantan Presiden RI. Ia bukan siswa yang memiliki otak cemerlang. Di kelas, duduknya tidak pernah di depan, selalu menjauh dari pandangan guru. "Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia saya di sekitar mesin, motor dan sepeda," tutur tokoh ini, yang meninggal pada usia 84 tahun, setelah dirawat di RS Juntendo, Tokyo, akibat mengidap lever.

Saat merintis bisnisnya, Soichiro Honda selalu diliputi kegagalan. Ia sempat jatuh sakit, kehabisan uang, dikeluarkan dari kuliah. Namun ia terus bermimpi dan bermimpi...

Kecintaannya kepada mesin mungkin 'warisan' dari ayahnya yang membuka bengkel reparasi pertanian di dusun Kamyo, distrik Shizuko, Jepang Tengah, tempat kelahiran Soichiro Honda. Di bengkel, ayahnya memberi cathut (kakak tua) untuk mencabut paku. Ia juga sering bermain di tempat penggilingan padi melihat mesin diesel yang menjadi motor penggeraknya. Di situ, lelaki kelahiran 17 November 1906 ini dapat berdiam diri berjam-jam. Di usia 8 tahun, ia mengayuh sepeda sejauh 10 mil, hanya ingin menyaksikan pesawat terbang.

Ternyata, minatnya pada mesin tidak sia-sia. Ketika usianya 12 tahun, Honda berhasil menciptakan sebuah sepeda pancai dengan model rem kaki. Tapi, benaknya tidak bermimpi menjadi usahawan otomotif. Ia sadar berasal dari keluarga miskin, apalagi fisiknya lemah, tidak tampan, sehingga membuatnya rendah diri.

Di usia 15 tahun, Honda bekerja di Hart Shokai Company. Bosnya, Saka Kibara, sangat senang melihat cara kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari perhatiannya. Enam tahun bekerja di situ menambah wawasannya tentang permesinan. Akhirnya, pada usia 21 tahun, bosnya mengusulkan membuka sebuah kantor cabang di Hammatsu. Tawaran ini tidak ditampiknya. 

Di Hammatsu, prestasi kerjanya tetap baik. Ia selalu menerima reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat memperbaiki mobil pelanggan sehingga berjalan kembali. Karena itu, jam kerjanya hingga larut malam, dan terkadang sampai subuh. Otak jeniusnya tetap kreatif. Pada jaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu, sehingga tidak baik meredam goncangan. Ia punya gagasan untuk mengganti ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luar biasa. Ruji-ruji logamnya laku keras dan diekspor ke seluruh dunia. Di usia 30, Honda menandatangani patennya yang pertama.

Setelah menciptakan ruji, Honda ingin melepaskan diri dari bosnya dan membuat usaha bengkel sendiri. Ia mulai berpikir, spesialis apa yang dipilih? Otaknya tertuju kepada pembuatan Ring Piston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri pada tahun 1938. Sayang, karyanya itu ditolak oleh Toyota, karena dianggap tidak memenuhi standar. Ring buatannya tidak lentur dan tidak laku dijual. Ia ingat reaksi teman-temannya terhadap kegagalan itu, mereka menyesalkan dirinya keluar dari bengkel.

Karena kegagalan itu, Honda jatuh sakit yang cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal Ring Pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin. Siang hari, setelah pulang kuliah pagi hari, ia langsung ke bengkel, mempraktekkan pengetahuan yang baru diperoleh. Setelah dua tahun menjadi mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah.

"Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya," ujar Honda, yang gandrung balap mobil. Kepada rektornya, ia jelaskan maksudnya kuliah bukan mencari ijasah, melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan.

Berkat kerja kerasnya, desain Ring Pinstonnya diterima. Pihak Toyota memberikan kontrak, sehingga Honda berniat mendirikan pabrik. Eh, malangnya niatan itu kandas. Jepang, karena siap perang, tidak memberikan dana. Ia pun tidak kehabisan akal mengumpulkan modal dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik. Lagi-lagi musibah datang. Setelah perang meletus, pabriknya terbakar dua kali.

Namun, Honda tidak patah semangat. Ia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, untuk digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskanlah menjual pabrik Ring Pinstonnya ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal.

Akhirnya, tahun 1947, setelah perang Jepang kekurangan bensin. Di sini, kondisi ekonomi Jepang porak-poranda. Sampai-sampai Honda tidak dapat menjual mobilnya untuk membeli makanan bagi keluarganya. Dalam keadaan terdesak, ia memasang motor kecil pada sepeda. Siapa sangka, "sepeda motor' - cikal bakal lahirnya Mobil Honda - itu diminati oleh para tetangga. Mereka berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok. Di sinilah, Honda kembali mendirikan pabrik motor. Sejak itu, kesuksesan tak pernah lepas dari tangannya. Motor Honda berikut mobilnya, menjadi 'raja' jalanan dunia, termasuk Indonesia.

Soichiro Honda mengatakan, janganlah melihat keberhasilan dalam menggeluti industri otomotif. Tapi lihatlah kegagalan-kegagalan yang dialaminya. "Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi, mereka tidak melihat 99% kegagalan saya," tuturnya. Ia memberikan petuah: 'Ketika Anda mengalami kegagalan, yaitu mulailah bermimpi, mimpikanlah mimpi baru dan berusahalah untuk mengubah mimpi itu menjadi kenyataan.'

Kisah Honda ini, adalah contoh bahwa sukses itu bisa diraih seseorang dengan modal seadanya, tidak pintar di sekolah, ataupun berasal dari keluarga miskin. Jadi buat apa kita putus asa bersusah hati merenungi nasib dan kegagalan. Tetaplah tegar dan teruslah berusaha, lihatlah Honda sang "Raja Jalanan".

5 Resep Keberhasilan Honda:

1. Selalulah berambisi dan berjiwa muda.
2. Hargailah teori yang sehat, temukan gagasan baru, khususkan waktu memperbaiki produksi.
3. Senangilah pekerjaan Anda dan usahakan buat kondisi kerja Anda senyaman mungkin.
4. Carilah irama kerja yang lancar dan harmonis.
5. Selalu ingat pentingnya penelitian dan kerja sama.



Sumber:  Milis CitaCinta

A Lesson from Maths


One more instance of how different individuals think and learn differently.
----------------------------------------------

A teacher teaching Maths to seven-year-old Arnav asked him, "If I give you one apple and one apple and one apple, how many apples will you have?"

Within a few seconds Arnav replied confidently, "Four!"

The dismayed teacher was expecting an effortless correct answer (three).
She was disappointed. 'Maybe the child did not listen properly,' she thought. She repeated, "Arnav listen carefully. If I give you one apple and one apple and one apple, how many apples will you have?"

Arnav had seen the disappointment on his teacher's face. He calculated again on his fingers. But within him he was also searching for the answer that will make the teacher happy. His search for the answer was not for the correct one, but the one that will make his teacher happy. This time hesitatingly he replied, "Four..."

The disappointment stayed on the teacher's face. She remembered that Arnav liked strawberries. She thought maybe he doesn't like apples and that is making him loose focus. This time with exaggerated excitement and twinkling in her eyes she asked, "If I give you one strawberry and one strawberry and one strawberry, then how many you will have?"

Seeing the teacher happy, young Arnav calculated on his fingers again. There was no pressure on him, but a little on the teacher. She wanted her new approach to succeed.

With a hesitating smile, young Arnav enquired, "Three?"

The teacher now had a victorious smile. Her approach had succeeded. She wanted to congratulate herself. But one last thing remained. Once again she asked him, "Now, If I give you one apple and one apple and one more apple how many will you have?"

Promptly, Arnav answered, "Four!"

The teacher was aghast. "How Arnav, how?" she demanded in a little stern and irritated voice.

In a voice that was low and hesitating, young Arnav replied, "Because I already have one apple in my bag."

--------------------------------------------------
Lesson from the story:
When someone gives you an answer that is different from what you expect don't think they are wrong. There may be an angle that you have not thought of at all. You will have to listen and understand, and not listen with a predetermined notion.