Legenda Pulau Kemarau



Pada perayaan Cap Go Me di Palembang yang jatuh pada tanggal 15 bulan 1 kalender Imlek, banyak orang baik warga etnis Tionghoa maupun pribumi berduyun-duyun memadati Pulau Kemarau. Kenapa sih orang-orang beramai-ramai pergi ke sana? Menurut beberapa teman, orang-orang pergi ke sana untuk berdoa. Ada juga yang pergi jiarah atau sekadar jalan-jalan. Berikut ini adalah Legenda Pulau Kemarau yang dikutip dari koran Sriwijaya Post, 17 Juni 2008.

----------------------

Legenda Cinta Abadi Tan Bun An

Dikisahkan, Tan Bun An seorang bangsawan Tiongkok mengarungi samudera dalam kegiatannya berdagang. Kemudian ia singgah di sebuah negeri yang dikenal dengan nama Palembang. Setelah beberapa hari Tan Bun An ini berada di Palembang, ia berkenalan dengan Siti Fatimah, gadis asli Palembang yang cantik nan menawan.

Perkenalannya berlanjut dengan cinta sehingga Tan Bun An berniat memperistri Siti Fatimah. Namun, ia harus pulang terlebih dahulu ke negerinya untuk mengabarkan keinginannya kepada keluarga besarnya. Beberapa bulan kemudian, Tan Bun An dengan beberapa armada kapal laut dan dikawal beberapa prajurit asal negerinya kembali berlayar ke Palembang. Dia sampai dengan selamat dan langsung menuju ke kediaman Siti Fatimah yang dijaga ketat para punggawa kerajaan. Singkat cerita, keduanya menikah dengan perayaan meriah.

Tiba-tiba, hati raja dan permaisuri gelisah ketika mendengar putri mereka akan diboyong ke negeri Tiongkok guna diperkenalkan Tan Bun An kepada keluarga besarnya. Semula sang raja dan permaisuri dengan berat hati melepaskan kepergian anaknya untuk berlayar menempuh samudera yang luas. Namun, dengan bijaksana sang raja dan permaisuri pun melepaskan anaknya pergi ke Tiongkok setelah mendengar Tan Bun An berjanji akan menjaga Siti Fatimah seperti menjaga nyawanya sendiri. Tan Bun An berjanji akan membawa kembali Siti Fatimah ke Palembang setelah enam purnama.

Tan Bun An ternyata bukan seorang bangsawan yang tidak menepati janji. Ketika waktu enam purnama tiba, ia langsung menceritakan janjinya kepada ayah dan ibunya untuk kembali ke negeri Palembang. Keinginan Tan Bun An direstui keluarganya. Bahkan, Tan Bun An dibawakan emas yang akan dipersembahkan ke negeri Palembang.

Hari demi hari, sampailah armada perahu layar Tan Bun An di Sungai Musi. Saking senangnya, Tan Bun An minta diperlihatkan upeti yang akan dipersembahkannya kepada sang Raja Negeri Palembang. Betapa kecewanya Tan Bun An setelah melihat upeti emas yang dimasukkan dalam kotak-kotak kayu itu berisi sayuran. Tan Bun An merasa malu jika sampai ketahuan upetinya hanya berupa sayuran. Maka, dengan emosi, dibuangnyalah peti-peti itu ke sungai. Ternyata, dalam peti-peti itu memang ada emas yang dicampurkan dengan sayur supaya terhindar dari para perompak. Karena menyesal, akhirnya Tan Bun An beserta Siti Fatimah dan armada kapalnya menenggelamkan diri di alur Sungai Musi. Bangkai kapal dan muatannya yang tenggelam itu akhirnya menjadi onggokan tanah yang sekarang kita kenal sebagai Pulau Kemarau.


Tidak ada komentar: